BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai akibat kemajuan ilmu
pengetahuan modern dan teknologi kedokteran dan biologi yang canggih, maka
teknologi bayi tabung juga maju dengan pesat, sehingga kalau teknologi bayi
tabung ini ditangani oleh orang-orang yang kurang beriman dan bertakwa, dikhawatirkan
dapat merusak peradaban umat manusia, bisa merusak nilai-nilai agama, moral,
dan budaya bangsa, serta akibat-akibat yag negatif lainnya yang tidak
terbayangkan oleh kita sekarang ini. Sebab apa yang bisa dihasilkan dengan
teknologi, belum tentu bisa diterima dengan baik menurut agama, etika, dan
hukum yang hidup di masyarakat. Hal ini terbukti dengan misalnya timbulnya kasus bayi tabung di Amerika Serikat, dimana
ibu titipannya bernama Mary Beth Whitehead dimejahijaukan, karena tidak mau
menyerahkan bayinya kepada keluarga William Stern sesuai dengan kontrak. Dan
setelah melalui proses peradilan yang cukup lama, akhirnya Mahkamah Agung
memutuskan, keluarga Mary harus menyerahkan bayi tabungnya kepada keluarga
William sesuai dengan kontrak yang dianggap sah menurut hukum disana.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Inseminasi / Bayi Tabung
Inseminasi adalah pembuahan pada
hewan atau manusia tanpa melalui senggama (sexual intercourse). Ada beberapa
teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan didunia kedokteran, antara
lain ialah:
1.
Fertilazation in Vitro (FIV) dengan
cara mengambil sperma suami dan ovumistri kemudian diproses di vitro (tabung),
dan setelah menjadi pembuahan, lalu ditransfer di rahim istri.
2.
Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan
cara mengambil sperma suami dan ovum istri, dan setelah dicampur terjadi
pembuhan, kemudian ditanam disaluran telur (tuba palupi)
Teknik kedua ini lebih alamiah dari
pada teknik pertama, sebab sperma hanya bisa membuahi ovum di tuba palupi
setelah terjadi ejakulasi (pancaran mani) melalui hubungan sexsual.
Masalah bayi tabung / inseminasi
buatan telah banyak dibicarakan dikalangan islam dan diluar kalangan Islam,
baik ditingkat nasional maupun ditingkat internasional. Misalnya Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam
Muktamarnya tahun 1980 mengharamkan bayi tabung dengan donor sperma. Lembaga
Fiqih Islam OKI (Organisasi Konferensi Islam) mengadakan sidang di Amman pada
tahun 1986 untuk membahas beberapa teknik inseminasi uata atau bayi tabung, dan
mengharamkan bayi tabung dengan sperma dan / atau ovum donor. Vatikan secara
resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu
titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan
bertentangan dengan harkat manusia. Kemudian Kartono Muhammad, Ketua IDI
(Ikatan Dokter Indonesia) memberi informasi, bayi tabung pertama Indonesia yang
diharapkan lahir di Indonesia sekitar bulan Mei yang akan datang dotangani oleh
dokter-dokter Indonesia sendiri. Ia mengharapkan agar masyarakat Indonesia bisa
memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel sperma dan ovum dari suami
istri sendiri.
B.
Hukum Bayi Tabung / Inseminasi Buatan menurut Islam
Kalau kita hendak mengkaji masalah
bayi tabung dari segi hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode
ijtihad yang lazim dipakai oleh para ahli ijtihad, agar hukum ijtihadi-nya sesuai dengan
prinsip-prinsip dan jiwa alquran dan sunnah menjadi pegangan umat islam. Sudah
tentu ulama yang melaksanakan ijtihad tentang masalah ini, memerlukan informasi
yang cukup tentang tekhnik dan proses terjadinya bayi tabung dari cendekiawan
muslim yang ahli dalam bidang studi yang relevan dengan masalah ini,misalnya
ahli kedokteran dan ahli biologi. Dengan pengkajian secara multi disipliner
ini, dapat ditemukan hukumnya yang proposional dan mendasar.
Bayi tabung atau inseminasi buatan
apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak
ditransfer embrionya kedalam rahim
wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang poligami),
maka islam membenarkan, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian
disuntikan kedalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan
dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam didalam
rahim istri, asal keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar
memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak. Karena dengan cara
pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai
dengan kaidah hukum islam:
الْحَاجَةُ
تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ وَالضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ
Artinya: Hajat
(kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa
(emergency). Padahal keadaan darurat atau terpaksa itu membolehkan melakukan
hal-hal yang terlarang.
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan
itu dilakukan dengan bantuan sperma dan atau ovum, maka diharamkan, dan
hukumnya dinyatakan zina (prostitusi). Dan sebagai akibat hukumnya, anak hasil
inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang
melahirkan.
Dalil syar’i yang dapat menjadi
landasan hukum untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor, sebagai
berikut:
1.
Al-Qur’an
Surat Al Isra ayat 70:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ
فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ
عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Artinya: dan sesungguhnya telah
Kami muliakan anak-anak adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami
beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Dan Surat Al-Tin ayat 4:
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ
تَقْوِيمٍ
Artinya: sesungguhnya Kami besar
telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Kedua ayat tersebut menunjukkan
bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/
keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri
berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati
martabatnya sendiri dan juga menghormati martabat sesama manusia. Sebaliknya
inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat manusia
sejajar dengan hewan yang diinseminasi.
2.
Hadist
Nabi
لَا يَحِلُّ لِامِْرئٍ
يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ
Artinya: Tidak halal bagi
seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma)
pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain). Hadis riwayat Abu Daud,
Al-Tarmidzi, dan hadits ini dipandang shahih oleh Ibnu Hibban.
C.
Fatwa MUI tentang Bayi Tabung
Hukum Islam mengenai bayi ini telah
difatwakan pada tangal 13 Juni 1979 sebagai berikut:
1.
Bayi tabung dengan
sperma clean ovum dari pasangan suami istri yang sah hukumnya adalah mubah
(boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.
2.
Bayi tabung dari
pasangan suami istri dengan titipan rahim istri yang lain (misalnya dari istri
kedua dititipkan di istri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd
Adz-Dzariyah sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit kaitannya dengan
masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang
mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkan dan sebaliknya).
3.
Bayi tabung dari sperma
yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram. Berdasarkan
Sadd Adz-Dzariyah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik baik dalam
kaitannya dengan penentuan nasab maupun dengan hal pewarisan.
4.
Bayi tabung yang sperma
dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami istri yang sah hukumnya haram,
karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar
pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd Adz-Dzariyah yaitu
untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.
Fatwa MUI didasarkan Pada Firman Allah
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ
فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ
عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Dan Sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam,
kami angkut mereka di daratan dan di lautan*, kami beri mereka
rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.
* Maksudnya : Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan
di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan.
Berdasarkan ayat di atas, manusia diciptakan oleh
Allah sebagai makhluk mulia. Allah SWT telah berkenan memuliakan manusia, maka seharusnya manusia menghormati
martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia dalam hal ini,
inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat
manusia.
Hadits Nabi SAW
لَا يَحِلُّ لِامِْرئٍ
يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ
yang artinya :
“Dari Ruwaifi Ibnu Tsabit Al-Ansyari ra ia berkata :
saya pernah bersama Rasulullah SAW telah perang Hunain, kemudian beliau
bersabda : “Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir
untuk menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain)”.
D.
Halal Dan Haramnya Bayi Tabung
Hal yang menyebutkan bahwa bayi tabung itu halal,
yaitu:
1.
Sperma tersebut diambil dari si suami dan indung telurnya
diambil dari istrinya kemudian disemaikan dan dicangkokkan ke dalam rahim
istrinya.
2.
Sperma si suami diambil kemudian di suntikkan ke dalam
saluran rahim istrinya atau langsung ke dalam rahim istrinya untuk disemaikan. Hal
tersebut dibolehkan asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan
inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh
keturunan.
Sebaliknya, Ada 5 hal yang membuat bayi tabung
menjadi haram yaitu:
1.
Sperma yang diambil dari pihak laki-laki disemaikan kepada
indung telur pihak wanita yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam
rahim istrinya.
2.
Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepada
sperma yang diambil dari pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian dicangkokkan
ke dalam rahim si wanita.
3.
Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari
sepasang suami istri, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang
bersedia mengandung persemaian benih mereka tersebut.
4.
Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki
dan wanita lain kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si istri.
5.
Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari
seorang suami dan istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang
lain.
Jumhur ulama menghukuminya haram. Karena sama hukumnya dengan zina yang akan mencampur adukkan nashab dan sebagai akibat, hukumnya anak tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.
Jumhur ulama menghukuminya haram. Karena sama hukumnya dengan zina yang akan mencampur adukkan nashab dan sebagai akibat, hukumnya anak tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut kami, bayi tabung dibolehkan jika sel telur dan
sperma berasal dari pasangan suami dan isteri yang sah serta setelah pembuahan
diluar rahim tersebut berhasil, maka sel hasil pembuahan tersebut dimasukan
kembali kedalam rahim isteri yang sah. apabila salah satu sel (telur atau
sperma) bukan berasal dari pasangan suami isteri yang sah maka itu diharamkan.
9 Komentar untuk "Bayi Tabung dalam Pandangan Islam"
Waduh , baru tau nih tentang bayi tabung
hukumnya sama saja dengan zina , waduh waduh
Lengkap banget gan ente teliti bgt...
Nice info gan..
Ooo.. Bagi ane mah ya fine-fine ajalah..
subhanalloh gan
mending gak usah pake gituan lah
wah masih ambigu :3
waah ternyata di larang ya gan dalam islam mengenai bayi tabung itu
thanks infonya gan