Enam Versi Dalang Gerakan 30 September (G30S) Tahun 1965
Bung Karno
pernah berpesan “Jas Merah”, jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Pesan Bung
Karno ini sangatlah penting karena melalui sejarah seseorang dalam lingkup
kecil maupun sebuah bangsa dalam lingkup yang lebih luas dapat belajar dari
kesalahan dan belajar untuk tidak mengulanginya di masa sekarang dan mendatang.
Tetapi bagaimana bila sebuah sejarah yang sangat penting dan menetukan nasib
bangsa macam Gerakan 30 September (G30S) ternyata di kemudian hari diketahui
bahwa ada upaya pembelokan dan pemelintiran sejarah terhadapnya? Bagaimana bila
empat dekade setelahnya ditemukan fakta-fakta yang dapat menimbulkan berbagai
versi sebuah peristwa sejarah? Maka inilah enam versi dalang Gerakan 30
September tahun 1965 yang menyebabkan gugurnya 7 perwira ABRI dan menimbulkan
genosida yang menewaskan ribuan orang sipil dengan dalih pembersihan komunis
dari Indonesia.
1. Partai
Komunis Indonesia (PKI)
PKI sebagai
dalang G30S merupakan versi yang paling populer, paling kuno, dan paling
melekat di ingatan dan hati sanubari seluruh rakyat Indonesia. Bahkan singkatan
resmi untuk gerakan ini adalah G30S/PKI yang diterjemahkan sebagai Gerakan 30
September oleh PKI. Selama masa Orde Baru setiap malam tanggal 30 September
seluruh rakyat Indonesia diwajibkan menonton film kolosal tentang G30S/PKI
dengan tujuan mengenang para pahlawan revolusi. Setelah rezim Soeharto tumbang
belakangan banyak pendapat yang mengatakan bahwa film tersebut hanyalah
propaganda dalam bentuk seluloid, film kolosal sebagai doktrinasi yang melanggengkan
kekuasaan Soeharto. Banyak juga ahli sejarah yang mempertanyakan doktrin bahwa
PKI sebagai dalang gerakan berdarah ini. Kalau memang PKI memberontak kenapa
3,5 juta anggotanya-yang menjadikan PKI partai komunis terbesar ketiga di dunia
setelah Uni Soviet dan RRC-tidak melawan ketika terjadi pembersihan oleh ABRI?
Mengapa partai komunis dengan jumlah anggota terbanyak diantara negara-negara
non-komunis itu sangat mudah diruntuhkan dalam waktu beberapa hari saja? Bahkan
putusan Mahkamah Militer Luar Biasa saja hanya menyebutkan individu-individu
tertentu yang dijatuhi hukuman mati atau seumur hidup dengan alasan terbukti
melakukan makar. Tidak menyebutkan PKI yang melakukan makar.
2. Sebagian
Perwira Angkatan Darat dengan PKI sebagai Pemain Kedua
Penentangan
terhadap versi pertama diungkapkan oleh Benedict Anderson dan Ruth McVey pada
tahun 1966. Mereka berdua mengatakan bahwa G30S berawal dari persoalan intern
TNI AD. Dalam teorinya yang kemudian diterbitkan dan dikenal sebagai “Cornell
Paper” (1971) beberapa perwira TNI AD dari Kodam IV/Diponegoro kesal melihat
para jenderal hidup berfoya-foya di Jakarta. Para perwira dari Jawa Tengah itu
kemudian mengajak Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) dan PKI dalam
menjalankan operasinya. Versi ini agak lemah karena faktanya Brigjen Supardjo
berasal dari Kodam Siliwangi demikian pula dengan Mayor Udara Sujono, walaupun
memang Untung dan Latief dari Kodam IV/Diponegoro. Maka kemudian versi ini
ditengahi oleh Harold Crouch dalam The Army and Politics (1978) yang menolak
Cornell Paper dengan mengatakan bahwa inisiatif awal gerakan ini timbul
dari tubuh TNI AD sedangkan PKI bertindak sebagai “Pemain Kedua” dengam mengacu
pada keterlibatan Sjam Kamaruzaman dan Pono-dari Biro Chusus PKI. Tetapi versi
ini pun tidak menjelaskan lebih lanjut tentang mengapa gerakan dirancang dengan
buruk dan mengapa selang waktu pengumuman pertama dan kedua berselang 5 jam,
padahal kunci kudeta adalah pada kecepatan dan ketepatan waktu.
3. Soekarno
Pada tahun
1974 seorang penulis belanda bernama Antonie Dake meneebitkan pengakuan ajudan
Bung Karno, Bambang Widjanarko dalam The Devious Dalang. Dalam
pengakuannya Bambang Widjanarko mengatakan bahwa pada tanggal 4 Agustus 1965
Presiden Soekarno memanggil Letkol.Untung dan memerintahkannya mengambil
tindakan terhadap jenderal-jenderal yang tidak loyal. Sebenarnya pengakuan
Bambang Widjanarko dapat dikonfrontasi dengan keterangan Bung Karno tetapi
beliau sudah terlanjur wafat. Belakangan diketahui bahwa pengakuan Bambang
Widjanarko hanyalah strategi untuk mencegah bangkitnya pendukun Soekarno dalam
pemilihan umum Juli 1971. Hal ini diketahui setelah Bambang Widjanarko akhirnya
mengakui sendiri bahwa saat itu ia dipaksa bersaksi demikian. Juga kalau benar
bahwa Presiden Soekarno yang memerintahkan penculikan 7 perwira itu, mengapa
malam 1 Oktober 1965 beliau tidak langsung menuju Pangkalan Udara Halim Perdana
Kusuma-tempat pengumpulan para jenderal yang diculik? Mengapa harus
berputar-putar keliling Jakarta seperti orang kebingungan?
4. Soeharto
Versi ini
pertama kali diungkapkan oleh W.F.Wertheim dalam artikelnya yang berjudul Soeharto
and the Untung Coup-The Missing Link (1970). Dikatakan bahwa pada malam 1
Oktober 1965 terjadi pertemuan antara Soeharto dengan Latief dan Letkol
Untung-pimpinan tim penculik ketujuh jenderal. Tetapi banyak pula ahli sejarah
dan politik yang berpendapat bahwa Soeharto bukan tipe orang jenius yang bisa
merancang kudeta secara sistematis. Soeharto hanyalah orang yang sudah tahu
sebelum kejadian nahas itu terjadi-melalui pertemuannya dengan Untung dan
Latief-sehingga ia menjadi orang yang paling siap. Kesiapannya inilah yang
menjadi senjata mematikan untuk menumpas PKI sekaligus merebut kekuasaan dari
Soekarno.
5. Amerika
Melalui Central Intelegence Agency (CIA)
Amerika “gatal”
melihat perkembangan PKI di Indonesia. Sebagai “Macan Asia”, berkuasanya
komunis di Indonesia bisa menimbulkan efek domino terhadap negara-negara lain
di Asia Tenggara. Jika hal ini terjadi maka berarti kiamat bagi Amerika. Hal
ini sebenarnya telah disinyalir oleh Bung karno yang dismpaikan dalam pidato
Nawaksara (1967) yang menyebut adanya “subversi Nekolim”. Versi ini pada
intinya menyatakan bahwa Amerika membujuk TNI AD untuk mengambil kekuasaan dari
tangan Soekarno yang pro-komunis dengan membentuk Dewan Jenderal. Isu mengenai
Dewan Jenderal-yang sebenarnya belum terbentuk karena TNI AD masih menunggu
saat yang tepat-ini membuat PKI khawatir sehingga timbulah tindakan untuk
mencegah perebutan kekuasaan oleh TNI AD dengan cara menculik 7 perwira tinggi
AD. Tindakan penculikan yang kemudian dihembuskan sebagai tindakan
pemberontakan inilah yang kemudian dijadikan dasar tentara-atau Soeharto-untuk
membubarkan PKI dan memburu kader-kadernya sampai habis.
6. Sjam
Kamaruzaman sebagai Ketua Biro Chusus Central PKI
Versi yang
keenam ini adalah versi yang paling mutakhir. Pertama kali disampaikan oleh
John Roosa dalam bukunya berjudul Dalih Pembunuhan Massal : Gerakan 30
September dan Kudeta Soeharto (2008). Dalam bukunya Roosa mengungkapkan
bahwa dalam tubuh PKI sebenarnya tidak ada sistem komando yang terpusat. Dalam
tubuh PKI ada 2 kubu yaitu kubu militer (Letkol Untung, Latief, dan Sujono) dan
Biro Chusus (Sjam, Pono, dengan Aidit sebagai latar belakang). Memang
keberadaan Biro Chusus seperti hantu, tidak terlalu terekspos dan tidak banyak
yang tahu karena memang tujuan pembentukannya adalah sebagai badan intelejen,
organisasi bawah tanah PKI yang bertugas menyusupi tentara. Badan ini dibentuk
oleh Aidit-ketua umum PKI-dan berada langsung di bawah komando Aidit. Sjam
memegang peranan penting karena bertindak sebagai penghubung antara pihak
Untung dengan Aidit. Sayangnya Sjam tidak benar-benar menjadi penghubung.
Banyak laporan di lapangan yang kemudian tidak disampaikan kepada Aidit tetapi
justru ditindaklanjuti sendiri. Saat upaya rencana penggagalan Dewan Jenderal
disampaikan kepada Presiden Soekarno, beliau menolak tindakan tersebut. Dari
sini kubu PKI terpecah menjadi 2. Kubu militer yang dipimpin oleh Letkol Untung
ingin mematuhi Bung Karno tetapi kubu Biro Chusus yang dipegang Sjam ingin
melanjutkan rencana. Perpecahan yang disebabkan arogansi Sjam ini menyebabkan :
· Lamanya
selang waktu antara pengumuman pertama dengan pengumuman selanjutnya. Juga
menjelaskan mengapa antara pengumuman pertama dan kedua sangat drastis. Pagi
hari diumumkan bahwa Presiden Soekarno dinyatakan selamat dari rencana Dewan
Jenderal. Tetapi siangnya langsung diumumkan pembentukan Dewan Revolusi dan
pembubaran kabinet.
· Gagalnya
gerakan ini karena ada kerancuan yang nyata antara “menyelamtakan presiden”
dengan cara menculik Dewan Jenderal dengan “percobaan kudeta” dengan cara
membentuk Dewan Revolusi dan membubarkan kabinet.
Dalam versi
keenam ini terungkap bahwa sebenarnya G30S lebih tepat dikatakan sebagai
aksi-untuk menculik tujuh jenderal dan dihadapkan pada Presiden, bukan gerakan.
Sebab, peristiwa ini merupakan aksi sekelompok orang di Jakarta dan Jawa Tengah
yang dapat ditumpas dalam waktu singkat. Namun aksi yang berakibat fatal-dengan
terbunuhnya enam jenderal-karena perencanaan yang buruk dan arogansi Sjam ini
dijadikan dasar oleh Soeharto untuk menumpas PKI sampai ke akar-akarnya.
Semisal Sjam Kamaruzaman melaporkan kondisi sebenarnya kepada Aidit bahwa
kekuatan mereka belum sempurna, kemudian hanya diputuskan untuk menculik
ketujuh jenderal, lalu dihadapkan kepada Presiden unutk dimintai
pertanggungjawaban tentang Dewan Jenderal, maka mungkin sejarah akan berkata
lain. Mungkin massa akan turun ke jalan menuntut dipecatnya ketujuh jenderal
kemudian tokoh-tokoh PKI akan diberikan posisi stratgeis di pemerintahan oleh
Presiden Soekarno. Mungkin juga Soeharto tidak akan berkuasa selama 35 tahun di
negeri ini. Hanya kemungkinan-kemungkinan yang dapat dimunculkan dari fakta
sejarah karena sejarah tidak bisa dikembalikan.
Tag :
pengetahuan umum
0 Komentar untuk "Enam Versi Dalang Gerakan 30 September (G30S) Tahun 1965"