Islam DAN FANATISME KESUKUAN
Islam datang ke muka bumi ini dengan ajaran-ajaran Alah swt. yang
mengarahkan manusia seluruhnya kepada kehidupan yang ideal, yaitu kehidupan
yang paling sempurna, sejauh yang dapat dicapai oleh manusia di muka bumi ini,
baik dalam bidang akidah, ibadat, maupun dalam kehidupan sosial,demi
kebahagiaan manusia itu sendiri di dunai dan di akhirat.
Ketika agama Islam
yang dibawa oleh Muhammad saw. itu untuk pertama kalinya datang di Makkah,
jazirah Arab, abad VI M, maka banyak aspek kehidupan masyarakat Arab ketika itu
yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam pembawa rahmatan lil
alamin itu. Aspek-aspek tersebut antara lain adalah faham syirik dalam
bidang akidah dan ibadat, pandangan hidup yang materialistis, perbudakan dan
fanatisme kesukuan dalam bidang sosial.
Sejarah telah
mencatat bahwa Rasulullah saw. telah
berhasil menumpas penyakit-penyakit syirik, pandangan hidup materialistik,
perebudakan, dan fanatsime kesusukan, serta penyakit-penyakit kemasyarakatan
lainnya dalam waktu yang relatif singkat, berkat dakwahnya yang berlandaskan
tauhid dan keteladanan akhlaqul karimah.
Penyakit sosial
berupa fanatisme kesukuan, dalam bahasa Arabnya dikenal dengan istilah ashabiyyah
jahiliyyah. Akhir-akhir ini, ‘ashabiyyah jahiliiyah atau fanatisme kesukuan
kembali muncul dan memerlukan penangan serius dari semua fihak. Fanatisme
kesukuan ditandai oleh tiga hal. Pertama; seseorang merasa berkewajiban untuk
membela warga kelompoknya atau sukunya, sekalipun warga yang bersangkutan
berada di pihak yang salah. Warga yang bersangkutan merasa berhak mendapat
bantuan dari warga yang lain, walaupun ia telah melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan kebenaran dan rasa keadilan. Kedua, seseorang merasa
berkewajiban menolong sesama anggota sukunya
yang sedan gmenalami kesulitan atau menghadapi suatu masalah, dengan
cara apapun, sekalipun cara yang ditempuhnya bertentngan dengna peraturan dan
hukum yang berlaku atau illegal. Bahkan ‘ashabiyyah pada zaman jahiliyyah
dahulu seringkali membuat seseorang merasa bangga yang berlebihan dengan
kelompok atau sukunya, sehingga memandang rendah kelompok atau suku yang lain.
Rasulullah saw.
melihat bahwa ‘ashabiyyah jahiliyyah atau fanatisme kesukuan telah
embawa akibat yang buruk dan kerugian yang besar bagi masyarakat luas. Karena
itu beliau sejak awal berketatapan hati untuk memberantasnya, sebagaimana
sabdanya antara lain:
إيآكم ودعوى الجاهلية
“Buanglah jauh-jauh fanatisme
jahiliyyah”.
ليس منا من دعا إلى عصبية
“Orang yang suka
menghembus-hembuskan fanatisme jahiliyyah bukanlah ia dari golongan kita, kaum
muslimin”.
Fanatisme kesukuan dalam sejarahnya ternyata telah
mendatangkan banyak bencana dan kerugian moral maupun material di kalangan
warga masyarakat jazirah Arab, yang ketika itu memang teridir dari banyak
kabilah atau suku-suku. Kerugian-kerugian tersebut antara lain adalah:
Pertama,
ashabiyyah jahiliyyah telah banyak menimbulkan pertentngan, pertengkaran dan
bentrokan fisik antar kelompok kecil maupun antar kelompok besar yang disebut
kabilah. Bahkan, tidak jarang terjdi peperangan antara satu kabilan dengan
kabilah tetangganya, gara-gara sebab yang sepele, dan setelah diteliti ternyata
akar permasalahannya bersuber dari ashabiyyah jahiliyyah itu.
Kedua, ashabiyyah jahiliyah telah menimbulkan
persekongkolan dalam kezhaliman yang acapkali menimbulkan lenyapnya hak-hak
pihak lain dan timbulnya tindakan sewenang-wenang dari pihak yang kuat terhadap
pihak yang lemah.
Ketiga, ‘ashabiyyah
jahiliyyah telah mengakibatkan meluasnya tindakan-tindakan kriminal semisal
pembunuhan, pencurian, penggelapan milik orang lain, dan teror yang pada
gilirannyaakan emnumbuh suburkan tindakan-tindakan balas dendam dari pihak yang
sebelumnya merasa dirugikan.
Keempat,
ashabiyyah jahiliyah telah menggoyahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan di
kalangan warga masyarakat azirah Arab secsara keseluruhan. Hal ini pada
gilirannya mengakibatkan pra penguasa setempat tidak berwibawa dan tidak
berdaya dalam menegakkan peraturan dan melaksanakan undang-undang. Akibat
paling buruk adalah merluasnya anarkisem
di masyarakat luas.
Bagaimana upaya
yang dilakukan Rasulullah saw untuk memberantas ‘ashabiyyah jahiliyyah pada
masanya, kiranya dapat dijadikan contoh dalam membeantas ‘ashabiyyah jahiliyyah
paa abad 21 ini.
Rasulullah
mengkampanyekan prinsip-prinsip ajaran Islam tentang persamaan dan persaudaraan
yang lebih luas, yaitu persaudaraan Islam(ukhuwwah islamiyyah), bahkan
persaudaraan sesama ummat manusia, tanpa
membedakan warna kulit, jenis kelamin, suku bangsa dan daerah asal. Ketika
seorang sahabat bernama Abu Dzar al-Ghihfari memanggil seseorang: “wahai orang
hitam,” Nabi saw mendadak berubah raut mukanya seraya berkata kepada Abu Dzar:
“Abu Dzar, ternyata engkau masih memiliki sifat jahiliyyah”.
Langkah-langkah lain dengan
pendekatan sosial yang kongkrit pun dilakukan oleh Rasulullah dalam rangka
memberantas ashbiyyah ini. Misalnya melalui pemberian zakat, shadaqah dan
kegiatan-kegiatan sosial lainnya yang dilakukan kaum Muslimin yang mampu kepada
kaum muslimin yang tidak mampu dan memerlukan bantuan. Dengan demikian, warga
masyarakat semuanya merasa diperlakukan secara adil.
Keberhasilan Rasulullah
dalam mempersatukan kabilah-kabilah Arab dalam persaudaraan seagama dan
kemanusiaan merupakan nikmat yang tiada taranya dari Allah swt., sebagaimana
dalam firman-Nya:
واعتصموا
بحبل الله جميعا ولا تفرقوا ، واذكروا نعمة الله عليكم إذ كنتم إعداء فألف بين قلوبكم
فأصبحتم بنعمته إخوانا ، وكنتم على شفا حفرة من النار فأنقذكم منها . كذلك يبين
الله لكم آياته لعلكم تهتدون (آل عمران : 103)
“Berpeganglah kamu kepada
tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat
Allah kepadamu ketika kamu dahulu (pada masa jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka
Allah mempersatukan hatimu, lalu kam karena nikmat Allah menjadi orang-orang
yang bersaudara, dan kamu pernah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.
Dengan demikian, kaum
muslimin menjadi ummat yang bersatu, dan bukan saja pandai memberi perlindungan
kepada sesama muslim, tetapu juga kepada non-muslim yang ingin bekerja sama
dengan baik dengan kaum Muslimin, seperti dalam sabda Rasulullah saw.:
المسلمون تتكفأ دماؤهم ،
ويسعى بذمتهم أدناهم , وهم يد على من سواهم
“Kaum Muslimin sama antara
seorang dengan yang lain dan bahkan mereka memberikan perlindungan keamanan
kepada pihak non Muslim sekalipun. Kaum Muslimin itu adalah merupakan satu
barisan yang kokoh dalam menghadapi pihak lain”.
Karena memiliki kelebihan seperti itu, maka Allah
memuji ummat Islam, dalam firman-Nya:
كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون
بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون بالله (آل عمران : 110)
“Kamu adalah ummat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar dan beriman kepada Allah”.
Demikianlah, ashabiyyah jahiliyyah yang
sempat meluas pada zaman jahiliyyah dan awal Islam, tetapi telah berhasil
dikikis habis oleh Rasulullah saw. 14 abad yang lalu. Kini, ashabiyyah ini mucul kembali pada melinium II dewasa ini di
banyak tempat, di kota
dan di desa, di kalangan masyarakt muslim maupun bukan muslim. Dengan berkaca
kepada apa yang telah dilakuan oleh Rasulullah saw. bersama sahabatnya dahulu
dalam menanggulangi wabah ashabiyyah atau fanatisme kesukuan tersebut, mari
kita bersama-sama menanggulangi penyakit sosial ini. Semoga kita semua diberi
kekuatan oleh Allah swt. lahir batin
dalam upaya menciptakan masyarakat yang dipenuhi semangat ukhuwwah islamiyah
yang mampu membuat seluruh kaum Muslimin menjadi satu keluarga besar yang
kokoh, kuat, dan penuh toleransi pula terhadap ummat lain. Amin.
Tag :
agama
0 Komentar untuk "ISLAM DAN FANATISME KESUKUAN"